Sinarnarasi.com — Taipan Putera Sampoerna kembali menjadi sorotan setelah mengambil langkah strategis dengan melepas salah satu aset besar miliknya di sektor perkebunan kelapa sawit. Tokoh bisnis yang namanya identik dengan industri rokok nasional ini sebelumnya dikenal luas ketika menjual bisnis rokok tembakau keluarga kepada raksasa tembakau asal Amerika Serikat, Philip Morris, pada 2005 dengan nilai fantastis mencapai US$2 miliar. Hampir dua dekade berselang, Sampoerna kembali menunjukkan keberanian mengambil keputusan besar dengan melepas kepemilikan saham mayoritas di Sampoerna Agro.
Pada November lalu, Putera Sampoerna menjual seluruh kepemilikan saham keluarga sebesar 66 persen di PT Sampoerna Agro Tbk, perusahaan produsen minyak sawit yang tercatat di Bursa Efek Indonesia. Saham tersebut dilepas kepada unit usaha dari Posco, konglomerasi baja asal Korea Selatan. Dalam transaksi ini, Sampoerna Agro dihargai sekitar US$885 juta, menjadikannya salah satu kesepakatan akuisisi penting di sektor agribisnis Indonesia dalam beberapa tahun terakhir.
Langkah ini menandai perubahan signifikan dalam portofolio bisnis Sampoerna, yang selama ini dikenal piawai mengelola aset lintas sektor. Setelah keluar dari bisnis rokok, keluarga Sampoerna memang aktif memperluas investasi ke berbagai bidang, mulai dari agribisnis, properti, energi, hingga investasi global. Sampoerna Agro sendiri selama bertahun-tahun menjadi salah satu pilar penting dalam portofolio tersebut, dengan kepemilikan lahan sawit yang luas dan posisi kuat di industri minyak kelapa sawit.
Keputusan menjual saham mayoritas di Sampoerna Agro memunculkan berbagai spekulasi di kalangan pelaku pasar. Sebagian menilai langkah ini sebagai strategi realisasi keuntungan di tengah valuasi sektor sawit yang relatif menarik. Industri kelapa sawit global tengah menghadapi dinamika besar, mulai dari fluktuasi harga komoditas, tekanan isu keberlanjutan, hingga tuntutan pasar internasional terhadap praktik ramah lingkungan. Melepas aset di momen yang tepat bisa menjadi langkah cerdas untuk mengamankan nilai investasi.
Di sisi lain, masuknya Posco sebagai pemilik mayoritas baru menunjukkan ketertarikan investor asing terhadap sektor agribisnis Indonesia. Meski dikenal sebagai raksasa baja, Posco dalam beberapa tahun terakhir aktif melakukan diversifikasi bisnis, termasuk ke sektor energi dan bahan baku berbasis sumber daya alam. Akuisisi Sampoerna Agro dapat dilihat sebagai bagian dari strategi jangka panjang Posco untuk memperkuat rantai pasok dan memperluas portofolio globalnya.
Bagi Putera Sampoerna, transaksi ini mempertegas reputasinya sebagai taipan yang tidak ragu melakukan reposisi bisnis. Penjualan Sampoerna Agro mengingatkan publik pada langkah monumental pada 2005, ketika ia memutuskan menjual HM Sampoerna kepada Philip Morris. Keputusan tersebut kala itu dianggap berani, bahkan kontroversial, namun terbukti memberi ruang bagi keluarga Sampoerna untuk mengembangkan bisnis dan investasi di tingkat global.
Meski melepas kepemilikan mayoritas, langkah ini tidak serta-merta menandakan keluarnya Sampoerna dari sektor agribisnis sepenuhnya. Banyak pengamat menilai keluarga Sampoerna masih memiliki fleksibilitas untuk tetap terlibat dalam industri berbasis sumber daya alam melalui skema investasi lain atau sektor pendukung. Selain itu, dana hasil divestasi membuka peluang besar untuk dialokasikan ke sektor-sektor baru yang dinilai lebih prospektif atau sejalan dengan tren global, seperti energi terbarukan, teknologi, dan keuangan.
Transaksi ini juga menjadi sinyal penting bagi pasar modal Indonesia. Aksi korporasi berskala besar seperti ini menunjukkan bahwa perusahaan-perusahaan nasional tetap memiliki daya tarik bagi investor global. Di tengah ketidakpastian ekonomi dunia, Indonesia masih dipandang sebagai pasar dengan potensi jangka panjang, terutama di sektor-sektor yang berbasis komoditas dan sumber daya alam.
Pada akhirnya, penjualan saham Sampoerna Agro oleh Putera Sampoerna menegaskan satu hal: strategi bisnis keluarga Sampoerna selalu bergerak dinamis mengikuti perubahan zaman. Dari rokok ke agribisnis, lalu kembali melepas aset besar, setiap langkah tampak dirancang untuk menjaga nilai dan keberlanjutan kekayaan keluarga. Langkah ini bukan sekadar transaksi jual beli saham, melainkan refleksi dari visi jangka panjang seorang taipan yang piawai membaca arah pasar dan peluang global.