Sinarnarasi.com — Program vaksinasi rabies di Kota Bandung menunjukkan tren yang cukup menarik. Dari seluruh hewan yang divaksinasi, kucing menjadi jenis hewan peliharaan yang paling mendominasi, mengalahkan anjing yang biasanya menjadi fokus utama dalam kampanye rabies. Fenomena ini memberikan gambaran tentang pola kepemilikan hewan peliharaan di perkotaan serta tantangan yang dihadapi pemerintah dalam pencegahan rabies.
Rabies, penyakit menular yang menyerang sistem saraf pusat dan hampir selalu berakibat fatal pada manusia jika tidak segera ditangani, menjadi perhatian serius bagi pemerintah kota. Hewan peliharaan, terutama kucing dan anjing, merupakan vektor utama penularan virus rabies ke manusia. Oleh karena itu, program vaksinasi massal menjadi strategi kunci dalam mencegah penyebaran penyakit ini. Di Bandung, dinas kesehatan bekerja sama dengan Dinas Peternakan dan organisasi pecinta hewan untuk melaksanakan vaksinasi secara rutin di berbagai kecamatan.
Data terbaru menunjukkan bahwa dari ribuan hewan yang divaksinasi dalam beberapa bulan terakhir, kucing menempati persentase terbesar. Faktor utama yang mendorong tingginya jumlah kucing yang divaksinasi adalah meningkatnya popularitas kucing sebagai hewan peliharaan di perkotaan. Banyak warga Bandung memelihara kucing di rumah sebagai teman, pengusir stres, dan hewan yang relatif mudah dirawat. Tren ini berbeda dengan beberapa tahun sebelumnya, ketika anjing menjadi fokus utama vaksinasi rabies karena jumlahnya yang lebih banyak.
Selain jumlah populasi, karakteristik kucing juga memengaruhi keputusan pemilik untuk membawa hewan mereka divaksinasi. Kucing cenderung aktif bergerak di dalam dan sekitar rumah, bahkan beberapa kucing dibiarkan bebas berkeliaran di lingkungan. Kondisi ini meningkatkan risiko kontak dengan hewan liar atau hewan peliharaan lain yang mungkin terinfeksi rabies. Oleh karena itu, vaksinasi menjadi langkah preventif penting bagi pemilik kucing untuk melindungi hewan peliharaan sekaligus keluarga dari risiko rabies.
Program vaksinasi rabies di Bandung dilakukan dengan berbagai metode. Pemerintah menyediakan layanan vaksinasi gratis atau berbiaya rendah melalui pos pelayanan kesehatan hewan keliling, klinik hewan, dan kegiatan vaksinasi massal di taman, balai warga, dan sekolah. Tim vaksinator terdiri dari dokter hewan, paramedis, dan relawan pecinta hewan yang dilatih khusus untuk menangani kucing yang cenderung sulit dipegang atau agresif. Pendekatan ini memastikan vaksinasi dapat dilakukan secara aman dan efektif, baik untuk hewan maupun manusia.
Selain itu, edukasi masyarakat juga menjadi bagian penting dari program ini. Warga diberikan informasi mengenai gejala rabies, pentingnya vaksinasi rutin, dan cara merawat hewan peliharaan agar tetap sehat. Edukasi ini terutama ditujukan kepada pemilik kucing, karena kucing sering kali dianggap lebih “jinak” daripada anjing dan pemiliknya terkadang menyepelekan risiko rabies. Dengan penyuluhan yang tepat, diharapkan kesadaran masyarakat meningkat dan vaksinasi dapat menjangkau lebih banyak hewan peliharaan.
Keberhasilan vaksinasi rabies pada kucing juga berdampak positif pada upaya pengendalian rabies secara umum. Dengan meningkatkan cakupan vaksinasi pada populasi kucing, risiko penularan rabies ke manusia dapat ditekan. Data menunjukkan bahwa daerah dengan tingkat vaksinasi kucing tinggi cenderung memiliki kasus rabies manusia lebih rendah, menunjukkan efektivitas strategi ini.
Namun, tantangan tetap ada. Beberapa kucing liar atau kucing kampung sulit dijangkau untuk divaksinasi. Hal ini menuntut strategi khusus, seperti program vaksinasi oral atau penjangkauan komunitas pecinta hewan yang merawat kucing liar. Pemerintah kota juga terus bekerja sama dengan organisasi non-pemerintah untuk meningkatkan jangkauan vaksinasi, sehingga cakupan imunisasi hewan peliharaan dapat lebih merata.
Secara keseluruhan, vaksinasi rabies di Bandung yang didominasi kucing mencerminkan tren kepemilikan hewan peliharaan perkotaan sekaligus menjadi strategi efektif dalam pencegahan rabies. Dengan kombinasi vaksinasi rutin, edukasi masyarakat, dan kerja sama lintas sektor, risiko penyebaran rabies dapat diminimalkan, sehingga kesehatan hewan dan manusia tetap terlindungi.